bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

Masyarakat Informatif dan Literasi Media

literasi-media
Sebagaimana dibahasakan para ahli komunikasi, masyarakat yang hidup pada abad ke-21—sebagai masyarakatinformatif (information society). Masyarakat informatif adalah sekelompok masyarakat yang mempergunakan media, baik media-mediamainstream: cetak dan elektronik, maupun media sosial: facebook, twitter, netlog,sebagai kegiatan distribusi dan manipulasi informasi dalam aktivitas ekonomi, politik, dan budaya. Masyarakat informatif mempergunakan media ini demi mendapatkan keuntungan kompetitif lebih cepat dengan bantuan teknologi informasiyang begitu kreatif, produktif, dan masif mempengaruhi khalayak.
Ciri yang tampak dari masyarakat informatif yaitu kebutuhan akan informasi sangat tinggi dalam kehidupan masyarakat, baik untuk berinteraksi antar manusia maupun untuk menunjang kegiatan kerja, kegiatan sosial, pengajaran, serta aktivitas lainnya. Masyarakat informasi bergantung pada inovasi teknologi yang terus berkembang. Ciri lain adalah Spatia—masyarakat informasi terhubung dengan lokasi yang mempunyai efek pada pengorganisasian waktu dan ruang yang tidak terbatas..Di lain sisi,masyarakat informatif mengalami perubahan siklus budaya dalam kehidupan sehari-hari karena ketersediaan informasi dari berbagai saluran media, termasuk media sosial.
Secara kasat, dibilang para ahli komunikasi bahwa masyarakat informatif (information society) telah menjalar ke rana sosial, pun tumbuh kembang bersamaan dengansekompok masyarakat yang masih bermazhab sistem komunikasi pada fase pertama— face to face—komunikasi secara tatap muka. Ciri masyarakat dengan sistem komunikasi face to face, mereka masih terbilang kaku dengan kemunculan media-media mainstream: cetak dan elektronik, mapun media social.
Letak perbedaan masyarakat ini, dapat dilacak dari apa yang dibilangkan Blumler dan Kavanagh, sebagaimana dikutip oleh Ward & Cahill dalam,Old and New Media: Blogs in The Third Age of Political Communication. Menurut Blumer dan Kavanagh,generasi pertama banyak memanfaatkan kekuatan face-to-face informal. Generasi kedua bersandar pada penguasaan media-media mainstream seperti televisi, koran, radio, majalah dan lain-lain. Sementara generasi ketiga pada kekuatan interaktivitas dan basis multimedia yang memungkinkan orang saling bertautan tanpa harus bertemu secara fisik sebelumnya.
Sebagaimana yang diramalkan ahli komunikasi terlebih dahulu.Belakangan,terjadi tumbuh kembang dan perebutan ruang khalayak antara mediamainstreamcetak, elektronok, dan media sosial yang memiliki kemampuan menyampingkan komunikasi secara face to face, maka para ahli komunikasi kemudia menyebutkannya sebagairuang publik baru—new public sphere dalam tatanan masyarakat.Lantas apa dampak dari tumbuh menjamurnya media komunikasi mainstream— cetak, elektronikdan media sosial—facebook, twitter, netlog, bagi masyarakat informatif?
Sebut saja media mainstream—televisi dan koran, selain cara kerjanya dalam menyebarluaskan informasi begitu cepat, di lain sisi media-media ini telah mengkepung dimensi kehidupan kita. Bentuk-bentuk pogramyang di sajikan televisi dengan asumsi bahwa dapat menyelesaikan persoalan-persoalan individu maupun sosial. Misalnya film-film bergendre sinetron dengan asumsi bahwa masalah-masalah sosial dapat terselesaikan. Lihat saja tayangan film “Manusia Harimau dan Anak Jalanan.” Apa efek dari film ini? Bersamaan dengan itu, kemarin di jalan raya saya sempat mengamati sekelompok anak-anak dengan mengendarai sepeda, melakonkan seperti apa yang ditonton dari film tersebut. Di tengah aksinya, mereka berkontak fisik dengan teman-teman sebayanya. Sikap kritis telah tergeser, menyelesaikan masalah dengan kontak fisik dan bukan lagi atas dasar rasional—komunikasi yang baik.
Sedangkan iklan yang disajikan televisi dengan asumsi bahwa dapat menyelesaikan persoalan-persoalan individual—mengobati kesepian, mengangkat harga diri, dan menjamin kebahagiaan keluarga. Semisal iklan “clear shampoo” yang dibintangi pesepak bola, Cristiano Ronaldo. Apa hubungannya? Dengan dalil  bahwa, “jika anda ingin seperti Cristiano Ronaldo, maka pakailah clear shampoo.  Secara rasional tidak ada hubungannya. Tetapi, kontruksi televisi semua hal dianggap benar.
Kemampuan media-media mainstream—televisidalammerekontruksi frame ini. Maka tak heran di negara-negara berkembang, film dan iklan televisi telah merubah gaya hidup. Ketika televisi telah berkuasa, maka ia memiliki kemampuan menciptakan nilai-nilai baru dan norma-norma baru dalam masyarakat, yang pada akhirnya masyarakat bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang telah dikontruksikan oleh televisi tersebut. Iklan di televisi bukan lagi memasarkan produk tetapi, lebih pada memasarkan nilai, sikap, perasaan, dan gaya hidup.Di lain sisi,dampak lain yang dimunculkan adalah budaya instan dan konsumtif khalayak begitu menggeliat.
Selain dari dua contoh kasus di atas, mari kita menelisik lebih jauh ketidakjujuran televisi. Coba kita mengamati aspek kebahasaan yang digunakan oleh televisi, menurut hemat saya. Televisi dalam menyajikan pemberitaan tidak mewakili realitas. Misalnya; ketika televisi memberitakan tentang kelaparan disuatu tempat, dengan mengatakan, “kasus kekurangan gizi” atau, “ rawan pangan.” Ia tidak dikatakan, “ditangkap” tetapi, “diamankan.” “harga tidak dinaikkan” tetapi, “disesuaikan.”
Apa dan Bagaimana Literasi Media?
Literasi media (media literacy) sebagai sebuah upayah memahami, merekonstruksi, dan menganalisis pencitraan media. Lahirnya literasi media ini, khalayak beranggapan bahwa apa yang diberitakan media adalah semua benar.Atau, media dianggap sebagai sumber kebenaran. Maka tak heran, media memiliki kekuasaan secara intelektual ditengah publik dan menjadi medium untuk pihak yang berkepentingan untuk memonopoli. Permasalahan yang ada adalah seiring dengan derasnya arus informasi media, masyarakat pun dibuat kebingungan dan tidak mampu memilah, menyeleksi, serta memanfaatkan informasi yang sudah mereka peroleh.
Ada tiga yang menjadi asumsi dasar perihal literasi media (media literacy)—Pertama.Media memiliki kemampuan merupakan merekonstruksi kesadaran khalayak baik perseorangan maupun secara massa. Hal ini berbanding terbalik realitas yang diciptakan media— korespondensi antara kenyataan (real world) dengan kenyataan yang direpresentasikan oleh media. Media dengan kemampuan agenda setting—mendesain, memilih, menyeleksi dan mengedit fakta yang akan disajikan sebagai pesan media, namun sebuah fakta yang telah dipolarisasikan terlebih dahulu; second hand reality. Di sisi lain, media sedikit benar menyajikan kenyataan namun perlu ditekankan kenyataan yang disajikan media telah melalui serangkaian proses produksi—komersil: kapitalis.
Kedua, representasi media mengontruksi realitas. Perlu disadari ketika individu tidak memiliki informasi tentang suatu peristiwa dari sumber atau referensi lain selain media, besar kemungkinan individu tersebut beranggapan peristiwa tersebut sama dengan realitasnya. Padahal kenyataannya tidak selalu demikian.
Ketiga, pesan media berisi nilai dan ideologi. Masyarakat perlu tahu bahwa media mengkonstruksi nilai dan kepercayaan tertentu, termasuk menjadi alat ideologis bagi penguasa untuk melontarkan pesan propaganda politik atau pun pemodal yang mendidik masyarakat sebagai konsumen produk-produk kapitalis.Oleh karena itu,dipandang perlu adanya literasi media (media literacy), sebagai upaya membentengi masyarakat. Dalam hal ini, menurut para ahli komunikasi ada tiga tahap dalam proses media literacy—keahlian dalammemilah, menyeleksi informasi yang ditemima.
Sebagaimana James Porter dalam Rahayu membahasakan dalam—Media Literasi Agenda “Pendidikan” Nasional yang Terabaikan Volume 1 Nomor 2. Halaman 171-184. Ada tiga tahap menurut Porter.Pertama, explore— keahlian untuk memilih memutuskan informasi yang dibutuhkan dari suatu pesan. Kedua,recognize Symbols— keahlian untuk mengidentifikasi dan memilah simbol-simbol. Keahlian mengindentifikasi ini terdiri dari dua macam yaitu message focused skill dan message extending skill. Lebih lanjut Poter membahasakan bahwa,kemampuan memilah—message focused skillmerupakan keahlian menafsirkan makna pesan media massa. Keahlian ini meliputi aspek, analisis—keahlian menjabarkan pesan ke dalam elemen-elemen yang bermakna dengan cara menggali lapisan-lapisan makna di dalam pesan yang tersaji di media.Selanjutnya Compare atau contrast—keahlian untuk membuat klasifikasi pesan-pesan yang memiliki persamaan dan perbedaan.
Ketiga,evaluation—menunjukkan pada keahlian menilai elemen pesan dengan membandingkannya dengan kriteria-kriteria tertentu; dan tahap terakhir adalah abstractio. Abstractiomerupakan keahlian untuk menyusun sebuah deskripsi pesan media yang tepat yaitu singkat, jernih dan akurat. Sedangkan Message extending skill—keahlian menjelaskan dan menyimpulkan pesan-pesan media massa yang diterima. Keahlian ini terdiri dari: 1) Deduction, keahlian menggunakan prinsip-prinsip umum untuk menjelaskan hal-hal khusus; 2) Induction, keahlian untuk menarik kesimpulan mengenai pola-pola umum melalui pengamatan terhadap hal-hal khusus; dan 3) Synthesis, keahlian untuk menyusun kembali elemen-elemen menjadi suatu struktur baru. Kesemua keahlian tersebut yang pada akhirnya menentukan tingkat literasi media individu.
Syahdan, dari apa yang dibahasakanPorter, menurutnya semakin tinggi tingkat medialiteracy yang dimiliki seseorang, maka semakin banyak makna yang dapat digalinya. Sebaliknya, semakin rendah tingkat media literacy seseorang, semakin sedikit atau dangkal pesan yang didapatnya. Seseorang yang tingkat media literacy-nya rendah akan sulit mengenali ketidakakuratan pesan, keberpihakan media, memahami kontroversi, mengapresiasi ironi atau satire dan sebagainya.

Penulis: Ishak R. Boufakar—Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unsat Makassar/Pegiat Literasi Paradigma Institute Makassar.

Sumber : seramtimur.com
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar